TRADISI RITUAL ADAT BUANG JUNG DAN UPACARA BUANG JUNG DI BANGKA SELATAN

TRADISI RITUAL ADAT  BUANG JUNG DAN UPACARA BUANG JUNG  
DI BANGKA SELATAN

Nama : San Sal Bela
Kelas : 6f                 
Nim : 2017015073
ABSTRAK
Buang Jung merupakan tradisi Suku Sekak menolak bala serta sebagai wujud rasa syukur atas tangkapan hasil laut sekaligus memohon perlindungan Tuhan. Mereka meyakini, dengan tradisi ini bisa menjaga aktifitas para nelayan saat mengarungi lautan. Suku Sekak merupakan salah satu kelompok masyarakat yang hidup dan menetap di desa Kumbung dan desa Tanjung Sangkar, Kecamatan Lepar Pongok, Bangka Selatan. Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai nelayan. Dengan adanya acara adat buang jung masyarakat meyakini bahwa alam laut dan seisinya dapat terjagga tradisi yang dari turun-temurun yang telah di jaga oleh masyarakat sekitar dan telah menjadi kewajiban setiap tahunya untuk melaksanakan sebuah acara syukuran, dan acara buan jung ini telah di kenalkan masyarakat sekitar kepada wisatawa-wisatawan yang berkunjung di kampong tersebut, biasanya setiap ada hari besar islam.Tradisi buang jung berasal dari Bangka selatan yaitu tradisi melestarikan laut.bangka selatan indentif dengan masyarakat pesisir.salah satu suku di sana memiliki tradisi merawat laut yang sudah ada sejak abad ke-12. Suku laut salah satu panggilan di Bangka selatan,bak penjaga laut dan kepulauan mereka tinggal di persisir pantai namun bukan di tanahnya,tetapi terapung di atas perahu kayu yang di sebut jung.
Kata kunci : TRADISI RITUAL ADAT  BUANG JUNG DAN UPACARA BUANG JUNG BANGKA SELATAN


PENDAHULUAN
Latar Belakang 
Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, dan masing-masing suku bangsa mempunyai kebudayaan dengan adat istiadatnya masing-masing. Setiap suku bangsa memiliki budaya yang khas, yang membedakannya dari suku bangsa lainnya yang tersebar di wilayah Indonesia, salah satu di antaranya adalah upacara adat (customary ritual) (Achroni, 2008). Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement) (Sartini, 2004).
 Suku Sekak yang mendiami pesisir Pulau Bangka merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang dikenal dengan tradisi laut yang begitu kuat. Mereka hidup dan berbudaya selama berabad-abad di laut dengan memegang teguh nilai-nilai kehidupan yang diturunkan oleh para leluhurnya dan membangun kebudayaan yang unik. Matapencaharian mereka adalah mencari ikan, sebagai nelayan. Secara teologis, nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan magis sehingga perlu perlakuan-perlakuan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin (Satria, 2002).
Keyakinan akan alam gaib masih dilestarikan oleh para leluhur orang-orang tua masyarakat Suku Sekak, antara agama dan kepercayaan melebur menjadi satu; dengan kata lain, kekuatan ilahi dan kekuatan gaib merupakan mata rantai yang tidak terpisah. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa tidak semua hal dapat diberikan jawaban secara konkret, ada sesuatu di luar kekuasaan manusia. Semua ini memberikan tafsiran kepada manusia untuk mengadakan upacara agar hal-hal yang tidak diinginkan akan menjadi netral dan pendekatanpendekatan untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan. Tanggapan manusia terhadap alam lingkungannya melahirkan berbagai upacara. 
Hal ini ditunjukkan dengan adanya kegiatan upacara adat yang dilakukan berkaitan dengan  peristiwa alam dan kepercayaan yang rutin dilakukan oleh masyarakat Suku Sekak. Upacara adat ini dinamakan upacara Buang  jung. Dikatakan demikian karena dalam upacara ini sebuah  jung (kapal) berukuran mini, berikut dengan perlengkapan lainnya berupa barangbarang sesajen dan balai penonang, dilayarkan dan dibuang ke laut lepas sebagai persembahan Suku Sekak kepada Dewa Laut. Upacara ini dilakukan oleh Suku Sekak berdasarkan kepercayaan dan adat kebiasaan yang turun-temurun dari nenek moyang mereka (Hasan dkk, 1993).


Tujuan Penulisan Artikel
1.      Untuk mengetahui sejatrah ritual adat buang jung
2.      Untuk mengetahui manfaat dari di lakukan ritual buang jung
3.      Tata cara upacara kegiatan buang jung

PEMBAHASAN 
a.       Suku Sekak Dan Upacara Buang Jung
Suku Sekak merupakan suku orang laut yang mendiami wilayah pantai di bagian utara Pulau Bangka yang membentuk kelompok etnis dan mempunyai pola hidup unik. Sekarang ini Suku Sekak tidak lagi merupakan suku terasing karena mereka sudah beradaptasi dengan budaya dari luar. Mata pencaharian mereka adalah sebagai nelayan. Hampir seluruh hidup mereka dihabiskan untuk mengarungi lautan dan memperoleh hasil tangkapan ikan.  Suku Sekak merupakan rumpun bangsa melayu dengan bahasa dan dialek yang hampir mirip bahasa Melayu namun ada perbedaan yang cukup mencolok antara Suku Sekak atau orang Sekak dibandingkan dengan orang-orang yang mendiami Pulau Bangka lainnya.
Berbagai kebudayaan menganut kepercayaan bahwa dunia gaib dihuni oleh berbagai makhluk dan kekuatan yang tak dapat dikuasai oleh manusia dengan cara-cara biasa, dan karena itu dunia gaib pada dasarnya ditakuti oleh manusia (Koentjaraningrat, 2005). Sebagian besar Suku Sekak masih menganut kepercayaan aninisme dan dinamisme, namun akhir-akhir ini ada yang menganut agama Islam dan Kristen. Sistem religi mereka biasanya terdiri dari
unsur-unsur keyakinan, upacara, dan ilmu gaib yang berkaitan erat dengan persepsi dan konsepsi mereka mengenai laut dan alam sekitarnya. Dewa Laut bagi masyarakat Suku Sekak seiring waktu telah memengaruhi budaya organisasi sosial masyarakat, terutama dalam memilih sang pemimpin. Masyarakat Sekak memilih pemimpin dari orang-orang dalam kelompoknya yang memiliki kelebihan berupa kekuatan gaib, serta dapat berkomunikasi dengan Dewa Laut, dengan harapan sang pemimpin terpilih dapat sekaligus menjadi pemimpin upacara penghormatan ritual Dewa Laut (Pramono, 2005).
b.      Upacara Buang  jung
Pada prakteknya, manusia hidup bermasyarakat diatur oleh suatu aturan, norma, pandangan, tradisi, atau kebiasaan-kebiasaan tertentu yang mengikatnya, sekaligus merupakan cita-cita yang diharapkan untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu yang sangat didambakannya. Aturan, norma, pandangan, tradisi, atau kebiasaan-kebiasaan itulah yang mewujudkan sistem tata nilai untuk dilaksanakan masyarakat pendukungnya, yang kemudian membentuk adat-istiadat (Darmoko, 2002). Adat istiadat merupakan suatu kompleks normanorma yang oleh individu-individu yang menganutnya dianggap ada di atas manusia yang hidup bersama dalam kenyataan suatu masyarakat (Koentjaraningrat, 1969).
 Upacara adat (customary ritual) adalah kegiatan sosial yang melibatkan warga masyarakat dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan keselamatan bersama. Upacara-upacara yang berhubungan dengan adat suatu masyarakat, merupakan sistem aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan (Soekanto,  1990). Upacara adat sebagai pranata sosial penuh dengan simbol-simbol yang berperan sebagai alat media untuk berkomunikasi antara sesama manusia, dan juga menjadi penghubung antara dunia nyata dengan dunia gaib (Achroni, 2008).
 Upacara Buang  jung merupakan salah satu upacara adat yang secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat Suku Sekak di pulau Bangka. Upacara ini diadakan karena adanya keyakinan dan kepercayaan masyarakat Suku Sekak terhadap Dewa Laut dan adanya kekuatan-kekuatan lain yang berasal dari dunia adikodrati. Upacara ini merupakan refleksi dari keinginan untuk hidup harmonis dengan alam, sehingga para nelayan percaya bahwa jika mereka memperlakukan laut dengan tidak baik maka laut akan marah kepada mereka sehingga kehidupan sosial-budaya terganggu. 
 Upacara adat Buang  jung diadakan setahun sekali, yaitu waktu menginjak bulan purnama pada bulan ganjil, kira-kira jatuh pada bulan Juli atau September atau menurut perhitungan penanggalan cina pada bulan kelima bertepatan pada musim angin tenggara yang sangat kencang. Penyelenggaraan upacara diadakan di perkampungan Suku Sekak, di sekitar laut di mana mereka hidup, seperti di desa Kumbang, Kecamatan Lepar Pongok, Kabupaten Bangka dan di Tan jung Labu, Kabupaten Belitung. Pelaksanaan upacara adat Buang  jung diadakan di pinggir pantai dan kemudian menuju laut bebas.
Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara Buang  jung adalah seluruh masyarakat Suku Sekak.  Upacara Buang  jung dilaksanakan dengan tujuan untuk menyampaikan persembahan kepada Dewa Laut, agar kiranya Dewa Laut memberikan isi laut (berupa ikan, lumut laut dan hasil-hasil laut lannya) kepada mereka, dengan memohon kepada Dewa Laut agar mereka terhindar dari segala macam balak (malapetaka) dan kemelaratan; upacara ini juga merupakan hiburan, karena pada saat itu mereka, Suku Sekak, dapat berkumpul untuk bersuka-ria, setelah bekerja keras (Hasan dkk, 1993).
c.       Perlengkapan Upacara Buang  jung 
Dalam menjalankan upacara Buang  jung, masyarakat Suku Sekak memerlukan beberapa perlengkapan yang harus disediakan. Perlengkapan yang diperlukan dalam upacara Buang  jung terdiri atas  jung (perahu mini), balai penonang, tiang jitun, seperangkat sesajen dan Tempa.  jung (perahu mini) adalah sebuah perahu kecil yang panjangnya 4 (empat) meter dengan layar terbuat dari kain berwarna putih, dilengkapi sebuah keranjang (raga) Tempat meletakkan seperangkat sesajen yang akan dipersembahkan kepada Dewa Laut. Pada bagian atas, depan dan belakang  jung terdapat beberapa hiasan lukisan berbentuk manusia membawa senjata berupa senapan pendek dan panjang yang melambangkan awak kapal.  jung yang dibuat dihiasi beranekaragam hiasan dari daun kelapa muda atau janur dan kertas krep.  jung dicat menggunakan cat minyak warna putih, merah, hijau, dan cat buatan sendiri dengan bahan campuran arang, kunyit dan kapur.
Balai penonang adalah replika rumah-rumahan berbentuk limas terbuat dari kayu yang dihiasi dengan janur, kertas krep dan dicat. Balai penonang yang dibuat untuk upacara Buang  jung berjumlah 4 (empat) buah, 3 (tiga) buah balai dibuat dengan ukuran 1 X 1 m dan 1 (satu) balai dibuat dengan ukuran yang lebih besar dan kuat yang akan digunakan dalam upacara balai. Tiang Jitun adalah tiang yang akan dipasang di pantai Tempat upacara Buang  jung akan dilaksanakan, terbuat dari kayu gelam yang dipertemukan segitiganya dan dipaku serta
diikat dengan seutas tali. Tinggi tiang jitun yang dipasang adalah 6 (enam) depa atau 9 (sembilan) meter. Tempa adalah saluran air yang terbuat dari kayu-kayu kecil (anak laras) yang disusun dan dilapisi dengan tikar dan kain. Tempa ini berfungsi sebagai Tempat memandikan para pelaksana buang  jung sehabis mereka melaksanakan tugas.
d.      Lambang dan Makna dalam Unsur Upacara  
      Lambang dan makna yang terkandung dalam unsur-unsur upacara yang terdapat dalam pelaksanaan upacara Buang  jung adalah sebagai berikut.
(1) Jung (perahu mini) melambangkan kapal yang akan dipakai Dewa Laut sebagai persembahan Suku Sekak.
 (2) Cat yang digunakan untuk mengecat jung, balai dan sebagainya, yang berbeda dari warana cat yang biasa dipakai oleh perahu penduduk, yang dimiliki Suku Sekak, melambangkan bahwa kesukaan Dewa Laut diberi sesuatu yang istimewa, lain dari yang lain.
 (3) Seperangkat sesajen melambangkan atau alat penukar yang diberikan oleh Suku Sekak kepada Dewa Laut yang nantinya Dewa Laut akan menukarnya dengan memberikan ikan hasil tangkapan dan berbagai hasil laut lain kepada masyarakat Suku Sekak.
 (4) Balai berbentuk limas, melambangkan sebuah rumah yang akan dipersembahkan kepada Dewa Laut oleh Suku Sekak.
 (5) Pemakaian warna putih untuk ikat kepala dukun, kain layar dan pembungkus mayang pinang melambangkan kesucian.
(6) Warna merah (bahan campuran kapur dengan kunyit) dan hitam arang merupakan kebiasaan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.
(7) Sang dukun mengangkat kedua tangannya melambangkan suatu permohonan atau yang mereka minta dengan biang atau doa sang dukun.
(8) Semua pekerjaan dikerjakan bersama-sama melambangkan bahwa maksud pelaksanaan upacara demi kepentingan bersama.
(9) Keterlibatan semua anak laki-laki dan perempuan, tua dan muda dari seluruh penduduk, melambangkan bahwa acara ini merupakan hajat seluruh masyarakat Suku Sekak.
  







PENUTUP
Simpulan

Suku Sekak merupakan satu suku di Indonesia yang tinggal di wilayah pesisir Bangka dan masih melestarikan tradisi secara turun temurun, yaitu upacara adat Buang Jung, upacara adat yang berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan. Upacara ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali oleh masyarakat Suku Sekak, karena masih adanya kepercayaan terhadap kekuatan gaib di luar kemampuan manusia.
Kekuatan di luar kemampuan manusia ini diartikan sebagai Tuhan Yang Maha Esa atau kekuatan super natural seperti Dewa Laut. Sebagai pranata sosial, upacara adat Buang Jung penuh dengan simbol-simbol yang berperan sebagai alat media untuk berkomunikasi antara sesama manusia dan juga menjadi penghubung antara dunia nyata dengan dunia gaib.
Melalui simbol-simbol, nilai-nilai etis, pesan-pesan ajaran agama dan norma yang berlaku dalam masyarakat dapat disampaikan kepada semua warga masyarakat. Upacara adat sebagai warisan budaya dan mengandung nilai-nilai yang mempunyai corak kepribadian bangsa Indonesia sebagai salah satu pendukung dalam pembentukan jati diri bangsa perlu untuk tetap dilestarikan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menginventarisasikan upacara adat yang ada, sehingga upacara-upacara adat tetap lestari.
Saran
Tradisi harus di lestarikan agar tidak punah karena agar masyarakat dan keturunan selanjutnya bisa  mengetahui tentang tradisi yang ada di daerahnya. Di dalam tradisi itu juga ada nilai-nilai agama,social yang bisa di ambil didalmnya jadi kita sebagai masyarakat harus melestarikannya. Dan sekarang juga khususnya di Bangka selatan toboali juga setiap tahun mengadakan acara TCOF yang di adakan oleh bupati Bangka selatan yang di dalam acara tersebut banyak membahas tentang tradisi-tradisi yang ada di Bangka agar masyarakat mengetahui tradisi-tradisi yang ada. Semoga setiap tahun bisa diadakan terus menurus.


DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/admin/Downloads/13271-30942-1-SM.pdf
Achroni, Dawud. 2008. Upacara Adat Nusantara. Surakarta: Suara Media Sejahtera.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Daerah Kebumen Tradisi Janengan

Kesenian Daerah Kuda Lumping “Embleg” di Buluspesantren

TRADISI RASULAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL