SADRANAN DI DESA KEJI, MUNTILAN, MAGELANG

SADRANAN DI DESA KEJI, MUNTILAN, MAGELANG

Virda Anggita
NIM 2017015072

ABSTRAK
Sadranan atau nyadran merupakan seraingkaian kegiatan keagamaan yang sudah menjadi tradisi yang dilaksanakan pada bulan syakban (ruwah) menjelang bulan ramadhan (puasa). Tradisi sadranan sudah umum dilakukan masyarakat muslim Asia Tenggara tetapi terkadang bereda nama dan berbeda rangkaian kegiatannya. Masyarakat jawa melakukan tradisi ini sebagai penghormatan kepada arwah leluhur, kerabat/saudara. Penyusunan artikel ini guna untuk mengetahui perananan penting upacara tradisional sadranan dalam masyarakat dan agar lestarinya budaya sadranan dalam perkembangan zaman ini agar tetap lestari dan tidak punah. Sadranan sering kali dilakukan  satu minggu atau dua minggu sebeleum bulan ramdahan. Sadranan  dilaksanakan oleh warga masyarakat pada setiap desa. Para warga masyarakat berkumpul dalam satu tempat untuk melakukan upacara adat sadranan tersebut.

PENDAHULUAN
Dalam perkembagan zaman yang semaki modern, upacara tradisional sebgai wahana budaya leluhur bisa dikatakan masih memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat. Upacara tradisional yang memiliki makna filosofis sampai sekarang masih dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya. Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda. Hal ini dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara yang satu dengan yang lain berbeda. Kebudayaan sebagai cara berpikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan kelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam ruang dan waktu. Salah satu budaya yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi kejawen.Kebudayaan selalu menyajikan sesuatu yang khas dan unik, karena pada umumnya diartikan sebagai proses atau hasil karya, cipta, rasa, dan karsa manusia dalam menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekitarnya.
Upacara tradisional yang dilaksanakan pada umumnya masih mempunyai hubungan dengan kepercayaan akanadanya kekuatan diluar manusia. Adapun yang dimaksud dengan kekuatan di luar manusia yaitu Tuhan Yang Maha Esa, dapat juga diartikan sebagai kekuatan supranatural seperti roh nenek moyang pendiri desa, dan bisa juga roh leluhur yang dianggap masih memberikan perlindungan padanya dan keturunannya. Mereka percaya bahwa tidak semua usaha manusia dapat berjalan lancar, terkadang menemui tantangan dan hambatan yang sulit dipecahkan. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan akal dan sistem pengetahuan manusia, sehingga masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan akal mulai dipecahkan secara religi.
Pada dasarnya masyarakat Jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi maupun agama. Ada keyakinan pada masyarakat Jawa bahwa suatu tindakan atau tingkah laku merupakan cara berpikir seorang individu yang sering dikaitkan dengan adanya kepercayaan atau keyakinan terhadap kekuatan gaib yang ada di alam semesta. Kekuatan alam semesta dianggap ada di atas segalanya. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam masyarakat Jawa kekuatan manusia dianggab lemah bila dihadapkan dengan alam semesta. Pandangan hidup orang Jawa terbentuk dari alam pikiran Jawa tradisional, kepercayaan Hindu, dan ajaran Islam. Budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan warisan sosial yang dipandang sebagai hasil karya yang tersusun menurut tata tertib teratur, biasanya terdiri dari pada kebendaan, kemahiran teknik, pikiran dan gagasan, kebiasaan, nilai-nilai tertentu, dan sebagainya.Wujud kebudayaan selain sebagai kompleksitas ide, gagasan, nilai dan norma maupun sebagai peraturan, juga mencerminkan pola tingkah laku manusia dalam masyarakat. Pola tingkah laku ini terjadi karena ekspresi atau manifestasi hasil proses belajar. Ekspresi ini juga terwujud dalam hasil karyanya sebagai buah budi dayanya. Wujud tingkah laku tersebut dapat juga berbentuk lambang tertentu, misalnya upacara keagamaan yang merupakan manifestasi tingkah laku religius.
Apresiasi budaya sering kali dihubungkan dengan cara hidup, adat istiadat suatu masyarakat yang mendukung kebudayaan tersebut. Misalnya upacara adat tradisional yang pada umumnya ditimbulkan adanya keyakinan atau doktrin yang juga merupakan perwujudan dari religi. Semua akivitas manusia yang berhubungan dengan religi dan didasarkan pada suatu getaran jiwa biasanya disebut emosi keagaman (religious emotion),emosi keagamaan mendorong manusia melakukan tindakan religi. Dalam kepercayaan religi animisme, makam adalah tempat suci yang digunakan sebagai sarana berkomunikasi spiritual nenek moyang dengan roh para leluhur atau dengan Tuhan. Pada masa sekarang, kepercayaan tersebut belum luntur. Salah satu tradisi yang melekat pada jiwa masyarakat, khususnya masyarakat jawa adalah Tradisi Nyadran. Secara filosofis Nyadran adalah ritual simbolik yang sarat dengan makna. Menurut adat kejawen sadranan berarti berziarah Kubur atau pergi ke makam nenek moyang dengan membawa menyan, bunga dan air doa. Sadran berarti kembali atau menziarahi makam atau tempat yang dianggap sebagai cikal bakal suatu desa, biasanya masyarakat menamakan tempat tersebut dengan sebutan punden yaitu makam cikal bakal desa setempat. Sebelum berziarah kubur biasanya masyarakat terlebih dahulu membersihkan makam secara bersama-sama.
Bersih kubur yang dikenal dengan nama sadranan atau besik merupakan salah satu bentuk alkuturasi Islam dengan kebudayaan Jawa. Tradisi sadranan merupakan tradisi yang sudah dikenal oleh semua masyarakat terutama masyarakat Jawa, karena sadranan dilakukan di berbagai daerah tak terkecuali di Desa Margoyoso, kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Sebelum Islam datang kepercayaan Animisme dan Dinamisme serta agama Hindu dan Budha telah lebih dahulu berkembang di Indonesia khususnya pulau Jawa. Islam diterima di masyarakat Jawa dengan mudah dan damai, karena para da`i memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap kebudayaan Jawa. Islam tidak perlu mengubah struktur budaya dan kepercayaan yang telah ada, melainkan tinggal melestarikannya dengan siraman Islam. Keadaan demikian memberikan dampak pada pandangan yang tidak mempersoalkan suatu agama itu benar atau salah, suka memadukan unsur-unsur dari berbagai agama yang pada dasarnya berbeda bahkan berlawanan.
Pandangan hidup orang jawa merupakan perwujudan dari kepercayaan terhadap adi kodrati (Allah), selain itu masyarakat Jawa juga menghormati nenek moyang yang sudah meninggal. Sikap hormat tersebut diungkapkan dengan cara mengunjungi makam nenek moyang untuk minta berkah dan berdoa agar mendapat kemudahan dalam menjalani lingkaran hidup. Mengunjungi makam biasanya dilakukan sebelum mengadakan salah satu upacara lingkaran hidup dalam keluarga atau upacara yang berhubungan dengan hari besar Islam. Dalam masyarakat Jawa mengunjungi makam yang penting ketika Nyadran. Pada waktu nyadran makam-makam dibersihkan dan ditaburi bunga (nyekar) yang kemudian dibacakan doa sambil membakar dupa. Masyarakat mengadakan tradisi Nyadran pada umumnya ketika menjelang puasa, tepatnya sehari sebelum puasa Ramadhan. Selain disebut dengan tradisi Nyadran, ada sebagian masyarakat menyebutnya dengan sebutan ruwahan.
PEMBAHASAN
Zaman dahulu acara sadranan dilaksanakan untuk pemujaan trhadap leluhur juga meminta kepada arwah para leluhur, sebab dipercaya jika aerwah leluhur yang sudah meninggal itu sebenarnya masih hidup bersamaan di dunia ini. upacra sadranan pada zaman dahulu menggunakan ubarampe yang isinya sesajen makanna-makanan yang tidak enak dimakan, contohnya: daging mentah, darah ayam, kluwak dan lain-lain.
Setelah agama Islam masuk, para Wali merubah upacara sadranan itu secara halus atau perlahan-lahan agar sama dengan ajaran agma Islam. Pemujaan disertai dengan permohonan kepada para leluhur yang sudah meninggal diubah menjadi doa kepada Allah SWT. Sesajian yang tidak enak dimakan dirubah atau digantikan menjadi sajian makanan yang enak.
Dalam sadranan kegiatan awal yang dilakukan yaitu membersihkan makam. Dalam kegiatan ini yang dibersihkan yaitu makam leluhur dan saudara kandung dilanjutkan denganbbersih-bersih desa. Acara ini dilakukan di pagi hari hingga sore hari.
Kegiatan selanjutnya yaitu berdoa. Berdoa kepada Allah SWT untuk keselamatan kerabat atau saudara yang masih hidup  dan juga mengirim doa untuk ketentraman arwah kerabat yang sudah meinggal. Dalam kegiatan ini berdoa dilaksanakan di makam dan di suatu tempat pertemuan.
Setelah melakukan doa bersama kegiatan selanjutnya yaitu kenduren.Acara kenduren biasanya dimaknai ruwahan. Ruwahan ini dilakukan secara bersama-sama oleh warga masyarakat yang berkumpul menjadi satu dalam satu tempat. Warga masyarakat tiap satu rumah membawa berkatan kenduren dan membawa jajanan snack. Jajanan pada umumnya jajanan pasar berupa apem, kolak, ketan, mie, dan buah-buahan, disajikan sebagai hidangan kemudian dibagi-bagi setelah cara berdoa atau kenduren selesai.
Makna sadranan yaitu kesadaran manusia terhadap masalah hidup dan mati atau meninggal. Yang masih hidup nantinya bakal menyusul yang sudah mati atau meninggal. Sadranan juga mengandung makna jika manusia itu seharusnyaselalu ingat jika dirinya yang hidup itu hakekatnya bersamaan menunggu meninggal, itu maksudnya supaya setiap melakukan apapun paham jika dalam berkehidupan harus berhati-hati.

PENUTUP
            Sadranan atau nyadran merupakan seraingkaian kegiatan keagamaan yang sudah menjadi tradisi yang dilaksanakan pada bulan syakban (ruwah) menjelang bulan ramadhan (puasa). Rangkaian kegiatan dalam tradisi sadranan yaitu yang pertama membersihkan makam, kedua berdoa bersama di kuburan dan di satu tempat secara bersamaan, dan yang terakhir kenduren.makna dari sadranan sendiri yaitu mengingatkan antara hidup dan mati supaya manusia selalu berhati-hati dalam berbuat dan bertindak. Sebaiknya sebagai wrga masyarakat kita turut serta melaksanakan kegiatan upacara adat yaitu sadranan yang ada di desa kita untuk melestarika budaya yang sudah menjadi tradisi tersebut serta supaya sadar akan hidup dan mati.

DFTAR PUSTAKA
Wawancara langsung kepada sesepuh Dsa Keji,Muntilan,Magelang yaitu Bapak Met Ndaroji dan bapak kepala Dusun Keji yaitu Bapak Surahman serta turut melaksanakan kegiatan sadranan di Dusun Keji .


LAMPIRAN




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upacara Sebelum Menanam dengan Ritual Tari Hudog di Kalimantan Utara

TRADISI RASULAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Kesenian Daerah Kuda Lumping “Embleg” di Buluspesantren