RAMALAN ALAM PADA PEMBUKAAN CUPU KIYAI PANJALA DI GUNUNGKIDUL
RAMALAN ALAM PADA
PEMBUKAAN CUPU KIYAI PANJALA
DI GUNUNGKIDUL
Nama: Almar
A’thu Lia Putri Lestari
Nim: 2017015063
Abstrak
Budaya
terkait erat dengan komunitas. Tidak ada masyarakat yang tidak memiliki budaya,
sebaliknya tidak ada budaya yang tidak ditransformasikan menjadi sebuah
komunitas. Di setiap masyarakat tentunya memiliki tradisi budaya yang telah
terbiasa dilakukan dan dijalankan. Serta tradisi ritual Cupu Kyai Panjala di
Dusun Mendak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul. Dengan ritual itu, masyarakat
meyakini setiap gambar yang muncul dari kain kafan itu membungkus Cupu. Tidak
hanya itu, dari ritual ini muncul mitos yang diyakini oleh masyarakat,
khususnya Dusun Mendak. Karena itu, semua hal yang terkandung dalam ritual Cupu
Kyai Panjala mengubah masyarakat itu sendiri. Ritual tersebut sangat
mempengaruhi perubahan sosial Dusun Mendak, Girisekar, Gunungkidul. Ritual Cupu
Kyai Panjala dan perubahan sosial di Dusun Mendak, Girisekar, Panggang,
Gunungkidul, penulis mengangkat dua masalah, yaitu pengaruh makna gambar yang
tampak pada perubahan sosial Mendak Halmet, Girisekar, Panggang, Gunungkidul
dan betapa kuatnya mitos yang memengaruhi dinamika sosial. Dari penelitian yang
dihasilkan, dihasilkan kesimpulan bahwa perubahan sosial Dusun Mendak,
Girisekar, Panggang, Gunungkidul adalah karena ramalan Cupu Kyai Panjala dan
mitos-mitos yang berkembang yang mengakibatkan orang percaya dan menjalaninya
ke cermin dalam ramalan tanpa kehilangan kepercayaan diri Dia Yang Mahakuasa.
Pendahuluan
Manusia dan masyarakat hidup dalam dua
lingkungan, yaitu lingkungan alam dan lingkungan masyarakat. Lingkungan alam
meliputi benda organis dan anorganis yang hidup di sekitar manusia dan
lingkungan masyarakat adalah masa manusia yang berada di sekitarnya. Manusia
memang makhluk yang serba unik. Dengan keunikan yang dimilikinya, manusia
merupakan makhluk yang rumit dan misterius, ungkap Murtadha Muthahhari. Seperti
yang kita ketahui bahwa manusia memiliki kebudayaan. Kebudayaan itu ada karena
adanya manusia. Tanpa manusia, kebudayaan itu tidak akan pernah ada. Karena
tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan, dan sebaliknya tidak mungkin
ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat.
Dalam kebudayaan terdapat
perangkat-perangkat dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh pendukung
kebudayaan tersebut. Karena dijadikan kerangka acuan dalam bertindak dan
bertingkah laku maka kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam suatu
masyarakat. pedesaan disini umumnya
tradisi erat kaitannya dengan mitos dan agama.
Seperti kebuadayaan yang ada di Dusun
Mendak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul. Dimana ritual Cupu Kyai Panjala yang
sudah menjadi tradisi dan kebudayaan masyarakat Dusun Mendak. Ritual tersebut
dilaksanakan setahun sekali dan sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang
lalu. Ritual ini menggambarkan fenomena yang akan terjadi atau ramalan untuk
masyarakat Indonesia selama setahun dan terus menerus berganti dari tahun ke
tahun. Hal ini dianggap mistik oleh masyarakat Dusun Mendak khususnya.
Ritual Cupu Kyai Panjala merupakan ritual
kolektif yang dilakukan setahun sekali pada bulan Sya’ban dan tepatnya pada
hari senin malam selasa kliwon. Ritual ini dilaksanakan dirumah bapak Dwijo
Sumarto selaku juru kunci yang sudah turun temurun sejak ratusan tahun yang
lalu. Bapak Dwijo Sumarto merupakan generasi ketujuh trah Kyai Panjala. Setiap dilaksanakannya pembukaan Cupu Kyai Panjala
mencapai ribuan pengunjung atau
peziarah.
Tujuan
observasi pada pembukaan cupu kiyai panjala ini supaya masyarakat tahu bahwa
tradisi yang harus di lestarikan tradisi tersebut dan keingginan untuk
mengetahui bahwa adanya ramalan alam cupu kiyai panjala di daerah saya yaitu
Gunungkidul dan juga untuk menginformasikan kepada seluru warga net supaya
mengetahui tentang keberadaan dan kegunaan tradisi tersebut supaya tidak
menjadi syirik di mata orang yang belum mengetahui pembukaan cupu kiyai panjala
tersebut.
Pembahasan
Pembukaan
Cupu Panjala telah populer di masyarakat, tidak saja bagi masyarakat Girisekar.
Penelitian ini ingin mengetahui tentang tatacara Pembukaan Cupu Panjala, di
dusun Mendak-Girisekar, Gunung kidul, Yogyakarta. Upacara Pembukaan Cupu Panjala
merupakan aset kebudayaan Pembukaan Cupu Panjala bagi masyarakat pemiliknya di
dusun Mendak-Girisekar, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Sumber data berasal
dari informan juru kunci, masyarakat dan pengunjung yang datang yang mengetahui
tentang keberadaan Upacara Pembukaan Cupu Panjala.
Masyarakat
dusun Mendak-Girisekar, Gunungkidul,Yogyakarta sebagai pendukung Upacara
Pembukaan Cupu Panjala ditinjau secara geografis, mata pencaharian, sosial
budaya, agama dan kepercayaan, tradisi masyarakat (Pembukaan Cupu Panjala
diyakini memberikan berkah pada musim tanam yang akan dilalui dalam setiap
tahunnya. Hal ini mengandung pengertian bahwa tanda-tanda dalam pelaksanaan
Upacara ini akan memberikan pengaruh dan pertanda keberhasilan panen pada musim
tanam. Ramalan jaman yang ada dalam Upacara Pembukaan Cupu Panjala belum dapat
dibuktikan keberadaannya.
Kepala Desa
Girisekar, Sutarpan mengatakan Cupu Panjala sendiri adalah tiga buah guci yang
diduga berasal dari zaman Majapahit. Ketiga cupu itu dinamai Sekar Kinandu,
Palang Kinantang dan Kenthiwiri. Ketiga guci ini disimpan dalam sebuah peti
kayu yang kemudian dibungkus oleh ratusan kain mori. Setiap bulan Sura, kain
pembungkus ini akan dibuka dan diganti dengan yang baru. Di kain pembungkus
Kyai Cupu Panjala inilah biasanya muncul gambar-gambar berisi ramalan yang
dipercaya merupakan gambaran kondisi Indonesia setahun ke depan.
Menurut
cerita kiai Panjala pemilik cupu ini semasa hidupnya tidak menikah, sehingga
setiap kali cupu dibuka tidak diperbolehkan kaum perempuan melihat proses
pembukaan cupu. Kiai Panjala sendiri merupakan anak dari seorang murid Sunan
Kalijaga yang hilang dilautan. Kiai Panjala ditemukan di pantai Gesing setelah
dijala atau dijaring orang tuanya. Waktu ditemukan kiai Panjala membawa sejumlah
barang berharga salah satunya cupu. Di rumah depan milik Dyijasumarta ini cupu
kemudian dibuka oleh sejumlah keturunan kiai Panjala dan abdi dalem Kraton
Yogyakarta. Warga yang memadati rumah dan halaman milik Dwijasumarta harus
berdesak-desakan untuk dapat melihat dari dekat gambar berupa pola-pola air
lembab yang terdapat pada 66 kain pembungkus cupu tersebut.
Pada
pembukaan cupu tahun 2016 yang dilaksanakan pada tanggal 26 September 2016,
dalam kain pembungkus cupu yang dibuka terdapat berbagai gambar diantaranya,
huruf M, Gambar Buaya, Gambar Gunung hingga ditemukan kain pembungkus cupu
basah. Gambar-gambar itulah yang ditafsirkan oleh masing-masing warga. warga meyakini, gambar-gambar berupa pola air
yang terdapat pada sekitar puluhan kain pembungkus cupu panjala merupakan
ramalan kejadian yang akan terjadi setahun kedepan. Setelah hampir 2 jam, kain terakhir
pembungkus cupu akhirnya dibuka. Cupu kiai Panjala yang berjumlah 3 buah barang
mirip vas bunga masing-masing bernama semar khinandu, palang kinantang dan
kenthiwiri dibuka dari peti kecil. Setiap dibuka ketiga cupu ini berubah arah
dan terdapat arti dalam setiap arahnya.
Setelah
dikeluarkan dari peti, cupu kemudian di dipegang secara bergantian ke arah
kiri. Warga percaya akan menuai berkah cupu apabila memegang sambil
mengusap-usap cupu. Usai diganti dengan bunga yang baru, cupu kemudian kembali
dibungkus kain mori untuk disimpan kembali dan dibuka lagi tahun depan. Awalnya
cupu panjala hanya dijadikan prediksi berhasil tidaknya panen warga sehingga
pembukaannya selalu bertepatan dengan awal musim tanam. Namun seiring
perkembangannya berbagai gambar pola air tersebut ditafsirkan beragam oleh
warga mulai dari akan adanya bencana alam, kondisi sosial ekonomi hingga
situasi politik nasional. Terlepas dari benar atau memang kebetulan terjadi,
warga khususnya masyarakat jawa meyakini ramalan yang ada pada kain pembungkus
cupu merupakan kejadian yang akan terjadi setahun kedepan. Hal ini bukan untuk
ditakuti, namun hanya sebagai gambaran bagi manusia untuk selalu bersyukur atas
apa yang telah didapat.
Selain
sebagai tradisi, pembukaan cupu kiai Panjala ini juga sebagai sebuah wisata
religius bagi masyarakat umum. Itu terlihat dari besarnya antusias warga dari
berbagai daerah untuk menyaksikan tradisi ini. Kiai Cupu
Panjala ini setiap tahunnya selalu dibuka kain penutupnya. Kain penutup yang berbahan mori ini
dipercaya masyarakat bisa memberikan ramalan tentang kondisi Indonesia ke
depannya. Ramalan ini muncul lewat gambar-gambar yang muncul di kain mori yang
dipakai untuk membungkus Cupu Panjala.
Prosesi
pembukaan Kyai Cupu Panjala dimulai dengan tradisi makan bersama. Uniknya menu
makan bersama ini ada dua kali prosesi. Prosesi pertama, makanan yang disajikan
yakni nasi uduk dengan lauk ayam, dan rawisan. Beberapa menit sebelum pembukaan
dilanjutkan dengan kenduri kedua. Untuk makanan kedua, pengunjung diwajibkan
memakan setiap piring nasi gurih yang berisi lauk peyek, srondeng hingga adrem.
Menu ini wajib dimakan sepiring berdua. Siapa yang ada didekatnya, itulah teman
makannya.
Prosesi
pembukaan kain pembungkus Kyai Cupu Panjala ini dimulai sekitar pukul 01.30
WIB. Prosesi ini dipimpin langsung oleh juru kunci dan ahli waris Kiai Cupu
Panjala, Dwijo Sumarto. Saat dibuka, kain pembungkus ini dibentangkan dan
dilihat ada gambar apa yang tertera di sana. Kemudian gambar yang muncul akan
diberitahukan ke ribuan orang yang tengah menunggu. Dari ratusan kain mori
pembungkus Kyai Cupu Panjala ini muncul 42 buah gambar yang diumumkan. Berbagai
gambar muncul di kain pembungkus itu. Dari gambar hewan, gambar wayang maupun angka.
Tak hanya itu, ada pula huruf dan pulau Sumatera yang muncul.
Ritual Cupu Kyai Panjolo merupakan ritual yang
sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu yang dilaksanakan secara turun temurun.
Ritual tersebut dilaksanakan di Dusun Mendak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul
di kediaman bapak Dwijo Sumarto sebagai Trah
ketujuh Kyai Panjolo. Ritual Cupu Kyai Panjolo dipercaya oleh masyarakat
Dusun Mendak sebagai ramalan untuk masa tani yang tepat di Dusun Mendak
khususnya. Tetapi dengan seiringnya waktu dan perubahan zaman, maka ritual Cupu
Kyai Panjolo menjadi membumi dan sampai ke tingkat Nasional.
Cupu Kyai Panjolo yang di balut oleh ratusan
kain kafan memunculkan gambar-gambar yang belum diketahui maknanya. Sehingga
bagi masyarakat yang menyaksikan ritual pembukaan Cupu Kyai Panjolo dapat
mengartikannya sendiri makna yang terkandung dari gambar yang muncul di kain
kafan tersebut. Karena bagi bapak Dwijo Sumarto selaku juru kunci Cupu Kyai
Panjolo, memaknai gambar yang muncul dari kain kafan adalah hak pribadi setiap individu.
Gambar yang muncul dari kain kafan yang
membalut Cupu sangat berpengaruh terhadap perubahan sosial masyarakat Dusun
Mendak khususnya. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah dengan adanya
ritual Cupu Kyai Panjolo dan kepercayaan masyarakat terhadap keaslian gambar
yang muncul dari kain kafan yang membalut Cupu. Pengaruh yang dimunculkan dari
ritual tersebut sangat besar bagi masyarakat Dusun Mendak. Bentuk perubahan sosial masayarakat Dusun Mendak
terhadap ritual Cupu Kyai Panjolo adalah
perubahan perilaku, tindakan, cara berfikir masyarakat.
Penutup
Berdasarkan analisis diatas mengenai
ritual Cupu Kyai Panjala dan perubahan sosial masyarakat Dusun Mendak,
Girisekar, Panggang, Gunungkidul, maka dapat disimpulkan bahwa ritual Cupu Kyai
Panjala dan pengaruh makna gambar yang muncul terhadap perubahan sosial
masyarakat Dusun Mendak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul adalah bahwa bermula
dari perjalanan Eyang Sunan Kalijogo yang menyiarkan agama dan mendirikan
Masjid di daerah Blimbing, Girisekar, Panggang, Gunungkidul dan diikuti oleh
muridnya yang bernama Kyai Wonowongso yang selalu membawa anaknya bernama Kyai
Sayek atau Kyai Panjala. Kemudian dengan menghilangnya Kyai Panjala, maka
berbagai cara di tempuh oleh Kyai Wononwongso untuk menemukan kembali anaknya.
Setelah anaknya ditemukan dengan membawa mainan berupa Cupu tersebut, dari
situlah kemudian masyarakat menganggap bahwa Cupu itu memiliki kelebihan dan
dikeramatkan. Sehingga hal ini selalu di peringati oleh masyarakat dusun Mendak
setahun sekali.
Daftar
pustaka
rri.co.id/yogyakarta/post/berita/312342/seni_budaya/tradisi_unik_cupu_kiai_panjala_di_gunungkidul.
uin-suka.ac.id/16029/1/11540026_bab-i_iv-atau-v_daftar-pustaka.pdf
Lampiran
Komentar
Posting Komentar