MANTEN TEBU


MANTEN TEBU
 Disusun oleh : Nur Fitrianti
2017015051 / 4B

ABSTRACT
Tadisi Manten Tebu yang masih dilakukan setahun sekali oleh masyarakat di Kabupaten Bantul. Tujuan peneliti ini untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Manten Tebu untuk mengetahui makna tersirat dalam tradisi Manten Tebu. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara mewawancarai petugas penyelenggara kegiatan tradisi Manten Tebu dan mengikuti kegiatan tradisi Manten Tebu secara langsung. Hasil dari observasi pengumpulan data tradisi daerah yaitu tradisi daerah harus dilestarikan karena setiap tradisi memiliki makna dan filosofis yang sangat unik.
Kata kunci : Tradisi Manten Tebu
PENDAHULUAN
Kota Yogyakarta tidak hanya terkenal dengan keanekaragaman destinasi wisata melainkan memiliki banyak sekali tradisi kebudayaan daerah unik  yang masih dilestarikan oleh masyarakat sekitar. Di kabupaten Bantul terdapat sebuah pabrik gula yang cukup tua namun masih beroperasi sampai saat ini. Pabrik Gula Madukismo namanya. Pada saat musim giling tiba, kompleks Pabrik Madukismo disisi utara pabrik dipenuhi berbagai penjual kaki lima yang menjajakkan berbagai makanan khas pasar malam. Sebelum musim giling tiba, Pabrik Madukismo menggelar perhelatan bernama cembengan. Selain identik dengan pasar malam dan pagelaran wayang, tradisi cembengan juga identik dengan manten tebu. Kegiatan observasi ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan tradisi Manten Tebu dan nilai filosofis dari tradisi Manten Tebu.

PEMBAHASAN
1.      Sejarah
Manten tebu adalah tradisi yang dilakukan saat pertama kali pabrik gula Madukismo melakukan giling tebu. Manten tebu merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Padokan, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahun dan sering disebut Cembengan. Tradisi tersebut sebenarnya merupakan adopsi dari tadisi Tionghoa Cing Bing. Dimana Cing Bing adalah acara ziarah ke makam leluhur sebelum melakukan karya yang besar. Awalnya tradisi ini hanya dilakukan oleh para pekerja Tionghoa yang bekerja di Pabrik Gula Madukismo. Namun seiring bergantinya zaman masyarakat sekitar ikut andil dalam melakukan tradisi tersebut. Masyarakat menyebut tradisi tersebut cing bing-an dan kemudian terucap Cembengan.
2.      Prosesi Budaya
Tradisi manten tebu memiliki tradisi yang unik yaitu menikahkan sepasang batang tebu sebelum memasuki ke penggilingan, pelaksanaannya dilakukan sama seperti manusia. Lambang tebu laki laki biasanya diambil batang tebu yang berwarna hitam dan untuk lambing perempuan biasanya tebu dengan warna kuning. Temanten tebu dinaikkan pada sebuah kereta berkuda, sang pengantin juga dirias selayaknya pengantin pada umunya. Tetapi tidak dengan riasan berupa bedak dan seperangkat lainnya melainkan temanten tersebut dipercantik dengan berbagai kertas hias. Sepasang pengantin ini tetap terlihat “gagah dan elegan. Nama sepasang pengantin adalah Kyai Tampak dan Nyai Kasih, penamaan pengantin tebu tersebut berbeda - beda tergantung hari dalam penanggalan jawa saat tebu tersebut dinikahkan
 Pasangan tersebut dikirab terlebih dahulu sebelum di ijab qobulkan atau dinikahkan di Masjid An- Nuur, yaitu masjid yang terletak di Perumahan Timur Pabrik Madukismo. Kirab manten akan berakhir menuju Masjid An-Nur, sebuah masjid yang terletak di kompleks perumahan Pabrik gula Madukismo. Kirab manten tebu dilakukan mulai dari kompleks pintu masuk pabrik, lalu mengambil arah ke timur dan selatan. Setelah mengelilingi lapangan sepak bola Madukism. Kirab manten akan diiringi oleh Pasukan Lombok Abang lengkap dengan balutan pakaian adat yang unik. Kirab manten juga dimeriahkan dengan pawai dari karyawan pabrik dan juga partisipasi dari warga sekitar. Pernikahan sepasang manten tebu ini memakai mahar sebesar RP. 82.000. Pada saat pembacaan akad nikah, semua pihak baik penyelenggara hingga warga yang berkerumun menonton kirab diminta untuk tenang.  Sepasang pengantin inilah yang akan digiling untuk pertama kalinya di musim giling tahun ini. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur atas akan dilaksanakannya penggilingan tebu tahun ini.
3.      Nilai Budaya
Tradisi Manten Tebu memiliki filosofi yaitu diharapkan dapat memberikan keturunan berupa tanaman tebui yang banyak dan berkualitas.Makna dari pernikahan tebu tersebut menurut berbagai sumber bahwa pasangan tersebut akan membentuk keluarga yang damai dan sejahtera, sedangkan makna yang lebih jauh lagi adalah bentuk kerja sama yang lebih baik antara perusahaan dan para petani tebu. Pada saat kirab Temanten Tebu berlangsung biasanya hujan turun, dan hujan akan berhenti saat prosesi akad nikah. Masyarakat percaya bahwa turunnya hujan melambangkan keberkahan rejeki dari Tuhan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat sangat antusias dalam mengikuti dan menyaksikan kirab Manten Tebu.
 Penggilingan akan dilakukan selama kurang lebih 173 hari dengan kapasitas giling rata-rata 3500 ton perhari. Tebu ini berasal dari tanaman tebu rakyat di 10 kabupaten di wilayah DIY dan Jawa Tengah, dengan luas lahan 7.599 hektar. Kesepuluh kabupaten itu yaitu Bantul, Sleman, Kulon Progo, Gunungkidul, Magelang, Temanggung, Purworejo, Kebumen, Sragen, dan Purbalingga. Proses giling tebu akan menghasilkan sekitar 46.000 ton gula pasir. Gula yang dihasilkan akan di distribusikan untuk masyarakat DIY dan Jawa Tengah bagian selatan, dengan total kebutuhan masyarakat sebesar 136.000 ton pertahunnya.
PENUTUP
Manten tebu adalah tradisi yang dilakukan saat pertama kali pabrik gula Madukismo melakukan giling tebu. Manten tebu merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Padokan, Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta.radisi ini dilaksanakan setiap tahun dan sering disebut Cembengan.Tradisi manten tebu memiliki tradisi yang unik yaitu menikahkan sepasang batang tebu sebelum memasuki ke penggilingan, pelaksanaannya dilakukan sama seperti manusia.Nama sepasang pengantin adalah Kyai Tampak dan Nyai Kasih,pasangan tersebut dikirab terlebih dahulu sebelum di ijab qobulkan atau dinikahkan di Masjid An- Nuur, yaitu masjid yang terletak di Perumahan Timur Pabrik Madukismo.Tradisi Manten Tebu memiliki filosofi yaitu diharapkan dapat memberikan keturunan berupa tanaman tebui yang banyak dan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Bapak Wagimin selaku panitia penyelenggara tradisi Manten Tebu.
LAMPIRAN






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upacara Sebelum Menanam dengan Ritual Tari Hudog di Kalimantan Utara

TRADISI RASULAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Kesenian Daerah Kuda Lumping “Embleg” di Buluspesantren