Kebudayaan Daerah Kebumen Tradisi Janengan
KEBUDAYAAN
DAERAH KEBUMEN TRADISI JANENGAN
MATAKULIAH KEBUDAYAAN DAERAH
Disusun
oleh:
Monica Sherly (2016015050)
kelas 6F
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA
TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2019
A.
ABSTRAK
Kesenian janèngan adalah salah satu dari beberapa
jenis kesenian dengan genre shalawatan yang berkembang di Jawa. Beberapa bentuk
kesenian di Jawa yang hampir serupa dengan janèngan misalnya santiswara,
berjanjen, kobrasiswa, dan larasmadya. Salah satu dari beberapa kesenian
tersebut yang dapat dikatakan paling mirip dengan kesenian janèngan adalah
kesenian larasmadya, yang lebih populer di daerah Yogyakarta dan Surakarta.
Kesenian larasmadya juga merupakan kesenian tradisional dengan genre
shalawatan, seperti dikatakan oleh Sutiyono dalam bukunya yang berjudul
Pribumisasi Islam Melalui Seni-Budaya Jawa mengatakan bahwa Kesenian larasmadya
merupakan bentuk musik shalawatanyang menggunakan instrumen-instrumen :terbang,
kendhang Jawa, dan kenthing (saron kecil). Teks yang disajikan dalam kesenian
ini adalah tembang-tembang macapat yang terhimpun dalam Serat Wulangreh serta
tembang-tembang yang lain. 7 Berdasarkan pemaparan kedua kesenian shalawatan di
atas, tampak terlihat beberapa perbedaan antara lain dari segi instrumen yang
digunakan dan lirik yang dibawakan. Jika dalam kesenian larasmadya lirik yang
disajikan adalah tembang-tembang macapat bersumber dari Serat Wulangreh, lain
halnya dengan lirik yang ada dalam kesenian janèngan yang sampai saat ini belum
diketahui sumbernya sehingga perlu penelitian lebih lanjut. Kesenian janèngan
hidup dan berkembang di beberapa daerah di Lampung seperti di Kelurahan
Pajaresuk, Kecamatan Pringsewu. Kelurahan ini mempunyai dua kelompok kesenian janèngan
yaitu Padang Surya dan Puji Lestari. Salah satu dari kedua kelompok kesenian
tersebut yaitu kelompok kesenian janèngan. Sangat menarik untuk diteliti karena
masih berusaha menjaga bentuk seperti ketika pertama kali dibawa dari Jawa baik
dari segi bentuk penyajian maupun instrumentasi. Berbeda dengan kelompok Padang
Surya yang lebih banyak mengalami perkembangan dari bentuk penyajian maupun
instrumentasi. Kelompok janèngan Puji Lestari sudah ada di kelurahan Pajaresuk
sejak jaman Kolonial Belanda. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Waris selaku
ketua grup kesenian janèngan Puji Lestari yang mengatakan bahwa kesenian
janèngan sudah ada di Lampung sejak zaman Belanda.Waris merupakan generasi
kedua dari pendiri grup kesenian janengan Puji Lestari yaitu Bejak yang
merupakan ayah dari Waris yang berasal dari desa Bagelen, Purworejo, Jawa
Tengah.
B.
Asal
usul janengan
Janengan merupakan salah satu seni
tradisi yang tumbuh dan berkembang di Kebumen. Sebagian masyarakat Kebumen
menyebutnya dengan shalawat Jamjaneng, sebagian yang lain menyebutnya dengan
janengan. Meskipun dari unsur pembentukanya seni ini mirip dengan seni tradisi
lain seperti srakal dan jembrung yang berkembang luas di Jawa Timur dan Jawa
Tengah masyarakat Kebumen menyebut seni tradisi ini sebagai khas musik
tradisional Kebumen. Hal ini karena seni Janengan tidak berkembang dikebumen .
Para pemilik tradisi janengan
menuturkan bahwa janengan merupakan warisan tradisi Islam yang diwariskan oleh
nenek moyang mereka sejak masa awal perkembangan Islam. Mereka melihat Janengan
sebagai seni khas Islam Kebumen yang sudah barang tentu berbeda dengan seni
tradisi lain, sulit dilacak mulai kapan seni janengan di Kebumen mulai ada.
Para pemilik kelompok dan pemain Janengan tampaknya bersepakat bahwa Janengan
berasal dari kata “Zamjani”, nama tokoh yang dipercaya sebagai pencipta musik
tradisional Islam-jawa ini. Tradisi masyarakat setempat mempercayai Syekh
Zamjani merupakan tokoh yang memadukan syair-syir yang diciptakan oleh Sunan
Kalijaga dan musik jawa diciptakan Ibrahim al-Samarqandi (Brahim Samarkandi).
Tokoh ini diperkirakan hidup pada abad 15-16, masa dimana Islam berkembang
pesat di Tanah Jawa.
Menurut penuturan tokoh setempat
syekh Zamjani berasal da Kutawinangun, yaitu tempat asal pendiri Kebumen yang
bernama Joko Snagrib. Panduan Syair dan musik jawa oleh syekh Zamjani itulah
yang kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai janengan. Seni tradisi janengan
sebagaimana seni tradisi lainnya tent menhadapi tantangan zaman yang sangat
berat. Pada awalanya seiring dengan perkembangan Islam di Jawa Janengan
berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan islam Jawa yang
menghasilkan berbagai tradisi Islam.
C.
Bentuk
lagu janengan
Seni tradisi Janengan memadukan
musik Jawa dan syi’iran (singiran). Dalam Janengan lagu syi’iran terdiri dari
shalawat dan syi’ir jawa. Namun juga terdapat lagu-lagu Janengan yang hanya
terdiri dari bait-bait lagu syi’ir jawa. Salah satu teknik menyanyikan
lagu-lagu dalam Janengan adalah penyanyi melagukannya dengan suara melengking
dan dengan nada yang sangat tinggi. Kemampuan bernyanyi semacam ini jarang
dimiliki, para pengliat seni Janengan. Oleh karena itu pemimpin kelompok
janengan yang ada sekarang kebanyakan telah merubah teknik semacam ini dengan
nada yang lebih rendah dan tidak melengking. Karena alasan ini pula biasanya
pimpinan Janengan yang biasanya disebut dengan Dalang merupakan orang yang
memiliki kemampuan dan kualitas suara melengking. Dalang merupakan pemimpin
kelompok Janengan dari mulai pembukaan sampai penutup. Menurut salah satu
sesepuh kelompok Janengan “Margo Eling”, untuk mendapatkan suara semacam itu
seseorang harus melakukan gurah sekaligus laku untuk menghindari makanan
tertentu,
D.
Alat
musik
Pada awalnya Janengan
merupakan seni tradisi Islam yang sangat sederhana. Hal ini bisa dilihat dari
alat musik yang digunakan. Musik tradisional Janengan pada awalnya hanya
terdiri dari alat musik tepuk. Sebelum mengalami modifikasi seperti yang
dilakukan oleh berbagai kelompok Janengan dewasa ini, alat musik Janengan
terdiri dari alat musik Janengan terdiri dari:
1) Tuling
2) Kemeng
3) Ukel
4) Gong
5) Kendang
Semuanya
merupakan jenis alat musik ritmis dengan teknik bermain dipukul dengan tangan
atau kayu.
1) Tuling
alat musik janengan terbuat dari bambu, teknik membunyikan alat ini adalah
dengan dipukul menggunakan kayu pemukul. Alat tuling yang asli adalah sejenis
kendang yang sangat kecil dengan teknik membunyikan dipukul dengan jari-jari
tangan seperti membunyikan terbang.
2) Kemeng,
ukel dan gong adalah alat musik yang biasanya sering disebut dengan terbang
jawa. Adapun yang membedakan adalah ukuran ketiganya. Kemeng adalah terbang
jawa dengan ukur yang kecil, ukel adalah terbang jawa dengan ukuran sedang dan
gong adalah terbang jawa dengan ukuran yang besar.
3) Kendang
dalam janengan adalah jenis dengan kendang jawa yang biasa digunakan dalam
gamelan maupun kendang jaipong. Namun pada awalnya kendang janeng hanya
menggunakan satu kendang yaitu kendang gamelan ataupun jaipong yang memiliki
pukul. Sekarang sebagian kelompok seni janengan juga menggunakan alat musik
elektronik seperti keybord.
E.
KANDUNGAN
LAGU JANENGAN
Lagu
janengan berupa sholawat yang dikombinasikan dengan syair atau yang biasa
dengan singir. Oleh karenanya sebagian masyarakat menyebutnya dengan shalwat
Janengan. Dari sudut material naskah lagu-lagu Janengan sebagaimana
naskah-naskah syi’iran yang tersebar pada masyarakat Jawa pada awalnya ditulis
dalam huruf Arab pegon. Akan tetapi perkembangan baru masyarakat lebih familiar
dengan huruf latin ketimbang huruf pegon, maka naskah-naskah tersebut
ditransliterasi dengan huruf-huruf latin. Bahkah dari segi pengucapan syair
shalawat itu diucapkan dengan dialek khas kebumen.
F.
PEMAIN
JANENGAN
Pada
awalnya alat musik Janengan hanya terdiri dari alat-alat perkusi yang berjumlah
tujuh buah. Oleh karena itu jumlah minimal pemain Janengan adalah tujuh orang.
Di kebumen sekarang ini jumlah orang
yang terlibat dalam permainan musik antara lima belas sampai 20 orang yang
biasanya terdiri dari seorang dalang, tujuh orang penabuh alat musik dan
sejumlah orang anggota sebagai penjawab syair.
G.
JANENGAN
DARI MASA KE MASA
Bagi
masyarakat kebumen, Janengan merupakan kesenian daerah yang tergolong
tradisional. Kesenian itu sejak sekian lama telah menjadi jantung kesenian
tradisional di kabupaten tersebut. Sebagian tokoh seni Janengan menyatakan
Janengan adalah identitas seni tradisi Islam Kebumen yang membedakannya dengan
seni daerah lain.
Memang
keberadaan Janengan kini berbeda dengan sebelum tahun 1980-an. Pada tahun-tahun itu sebelum dangdut, musik pop,
campursari, dan kesenian modern lain populer, musik Janengan sering dimainkan
di mana-mana dibalai desa, kecamatan, pendopo kabupaten, dan di tempat orang
punya hajat. Janengan pada saat itu menjadi hiburan dan tontonan laris yang
banyak digemari masyarakat Kebumen. Karena itu, pertunjukan rutin seni Janengan
yang diadakan di salah satu stasiun radio swasta setiap malam jum’at setidaknya
mampu membangkitkan rasa “kangen masyarakat terhadap kesenian tersebut”. Akan
tetapi di masa yang modern ini, sekarang sedikit sekali yang memainkan
Janengan, dengan generasi muda yang lebih suka dengan musik modern.
H.
PENUTUP
Musik
tradisional islam jawa Janengan merupakan perwujudan dari perpaduan tiga unsur
tradisi musik, yakni tradisi musik jawa, dan tradisi musik Islam Timur Tengah
(Arab) dan kini telah dikembangkan dengan kombinasi musik Berat seperti Pop.
Perpaduan di antara ketiga unsur tradisi musik yang berbeda ini membentuk suatu
hasil kreativitas yang unik.
Kesatupaduan di antara
kedua unsur tradisi musik tersebut melahirkan mnuansa musikal yang khas serta
berbeda dengan kebanyakan nuansa musik musik islam pada umumnya. Namun demikian
secara keseluruhan tampak kesan komposisi musik Janengan adalah nuansa musik
Jawa. Dengan demikian, tepatlah apabila musik Janengan ini dinamakan “musik
tradisional Jawa Islam”. Musik tradisionl Islam-Jawa ini terbentuk dari
perpaduan antara ketiga unsur tradisi musik-musik Barat, musik Jawa, dan musik
Islam-ini juga melahirkan nilai-nilai tersendiri, meliputi: nilai musikali,
nilai kultural dan nilai religius.
Komentar
Posting Komentar