ABSTRAKSI


ABSTRAKSI
Kebudayaan daerah merupakan aset yang penting bagi pengembangan kepariwisataan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kebudayaan nasional kita merupakan puncak-puncak kebudayaan daerah yang dapat dijadikan aset bagi pengembangan sektor pariwisata. Dengan berkembangnya kepariwisataan kita diharapkan semakin baik pula kehidupan perekonomian masyarakat bangsa kita sendiri yang selama beberapa tahun belakangan ini mengalami krisis ekonomi yang sangat memprihatinkan.
Untuk dapat menciptakan kondisi perekonomian agar dapat pulih dari kirisis tersebut, maka pemerintah berusaha melalui berbagai usaha, yang salah satunya adalah pengembangan kebudayaan daerah atau kesenian agar dapat dijadikan sebagai aset utama atraksi wisata yang dapat menyedot kunjungan wisatawan manca negara ke Indonesia yang sekaligus meningkatkan devisa negara.Pulau Bali adalah salah satu propinsi yang berpotensi dibidang pariwisata di Indonesia sudah sejak lama. Pulau Bali yang mungil nan indah ini memiliki alam yang indah, berupa pantai, pegunungan dan juga danau. Dan disamping itu, Pulau Bali juga memiliki kebudayaan yang unik, serta masyarakat yang ramah dan bersahabat. Kebudayaan daerah merupakan asset yang cukup penting bagi pengembangan kepariwisataan di Indonesia.

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk saling bermusuhan dengan bangsa lain, tetapi bangsa Indonesia mempunyai semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu sebagai alat pemersatu bangsa.
Banyaknya masyarakat Hindu-Bali di Kecamatan Toili menyebabkan kebudayaan Bali tidak luntur di kalangan masyarakat Toili hingga sekarang bahkan semakin berkembang, sebagai contoh pelaksanaan upacara Yadnya yang hingga sekarang masih saja dilakukan oleh masyarakat Hindu-Bali di Kecamatan Toili. Upacara Yadnya bagi umat Hindu terbagi atas 5 macam yaitu : Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, dan Rsi Yadnya. Upacara Yadnya yang dilaksanakan didasari oleh konsep Tri Hita Karana dan apabila diterapkan secara mantap, kreatif dan dinamis akan mewujudkan kehidupan harmonis yang meliputi pembangunan manusia seutuhnya “Astiti Bhakti” terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Upacara Ngaben dianggap sangat penting bagi umat Hindu-Bali, karena upacara tersebut merupakan perwujudan dari rasa hormat dan sayang dari orang yang ditinggalkan, juga menyangkut status sosial dari keluarga dan orang yang meninggal. Dengan Ngaben, keluarga yang ditinggalkan dapat membebaskan Roh/Arwah dari perbuatan-perbuatan yang pernah dilakukan di dunia dan menghantarkannya menuju surga abadi dan kembali berenkarnasi lagi dalam wujud yang berbeda. Ngaben merupakan upacara pembakaran mayat yang identik dilakukan oleh Umat Hindu di Bali, namun Umat Hindu yang ada di luar Bali seperti di Kecamatan Toili ini juga melakukan Upacara Ngaben tersebut.
Upacara Ngaben dilakukan untuk penyucian roh leluhur orang yang sudah wafat menuju ketempat peristirahatan terakhir dengan cara melakukan pembakaran jenasah. Dalam diri manusia mempunyai beberapa unsur, dan semua ini digerakkan oleh nyawa/roh yang diberikan sang pencipta. Saat manusia meninggal yang ditinggalkan hanya jasad kasarnya saja, sedangkan rohnya masih ada dan terus kekal sampai akhir jaman. Disaat itulah Upacara Ngaben ini terjadi sebagai proses penyucian roh saat meninggalkan badan kasarnya.

B.     Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui peristiwa ngaben yang ada di bali bagaiman prosesnya, alat apa saja yang digunakan untuk melakukan upacara adat ngaben, oleh karena itu saya menyusun artikel ini untuk membuka wawasan lengkap dan luas tentang kebudayaan daerah salah satunya yang ada di Bali.

PEMBAHASAN
Pelaksanaan upacara Ngaben ada berbagai macam tingkatan dari segi ritualnya yaitu Nista (keci), Madya (sedang), dan Utama (besar). Walaupun upacara Ngaben dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu Utama, Madya, dan Nista.
akan tetapi tujuan dan maknanya akan tetap sama. Tapi ini dapat dilakukan berdasarkan kemampuan masyarakat Hindu (berdasarkan kondisi ekonomi masyarakat Hindu). Tujuan dibedakannya tingkatan upacara Ngaben yaitu bagi masyarakat Hindu yang mempunyai ekonomi lemah agar mampu melaksanakan Pitra Yadnya atau Ngaben.
Di atas telah dijelaskan bahwa upacara Ngaben secara kuantitasnya dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu Nista, Madya, dan Utama. Mengenai pelaksanaan atau proses Ngaben di kecamatan Toili dapat dijelaskan sebagai berikut: Tata cara pelaksanaan upacara Ngaben yaitu begitu setelah meninggal Sawa (jenasah) dibersihkan (dimandikan) dengan air besih dan air kumkuman, setelah dibersihkan dilanjutkan dengan Ngeringkes yaitu menggulung jenazah dengan tikar dan kain putih, setelah itu seluruh sanak saudaranya, anak dan cucu maktiang (sembahyang) jenasah. Lalu jenasah di naikan ke Bale Paga atau tempat pengusungan jenasah dan berjalan menuju Setra yaitu tempat pembakaran mayat.
Setelah sampai di Setra mayat ditempatkan pada tempat yang telah disediakan dan diberikan tirtha Pengelukatan, Pabersihan, Khayangan Tiga, Kawitan dan terakhir Pengentas. Selanjutnya Ngayaben Banten yang diletakkan didada berupa Daksina setelah itu barulah dilakukan pembakaran jenasah. Langkah berikutnya tulang yang telah dibakar lalu diambil menggunakan tangan kiri dan dibersihkan disimpan pada kain putih. Setelah itu tulang tersebut di Uyeg atau dihancurkan dan dimasukkan kedalam Nyuh Gading atau kelapa muda. Langkah terakhir adalah Ngayut di laut atau disungai yang besar. Pelaksanaan upacara Ngaben seperti itu merupakan Ngaben yang paling kecil tingkatannya dari segi ritual yaitu pada tingkatan Nista (kecil).
Pada pelaksanaan Pitra Yajna biasanya diperlukan perlengkapan upacara baik sebagai tempat maupun simbol- simbol yang diperlukan pada setiap tahapan upacara antara lain :
1.      Pepaga/tandu dan leluwur
            Pepaga/pandyusangan adalah bale terbuat dari bambu diberialas tikar yang digunakan untuk memandikan sawa yang baru meninggal, dengan panjang ukuran jenasah ditambah dua jengkal, lebar  80 cm (disesuaikan). Tinggi pepaga setinggi pusar manggala karya (kelian) dan empat tiangnya dibuat setimggi 175 cm yang diujung diatas tiang tersebut dipasangkan “leluwur” dari kain putih.
2.      Lante/rante
            Dibuat dari sebitan paenjalian atau rotan. Penjalin ini digulungkan dengan tali “ketikung” yang dibuat dari penjalin. Ketekung adalah perubahan dari ulat menjadi kupu-kupu. Demikianlah diibaratkan manusia mati, yang merupakan proses untuk lahir kembali menjadi manusia.
3.      Tumpang Salu
            Adalah tempat dimana sawa yang ada dalam peti bandusa mendapatkan penyucian (Samskara) oleh Pandita. Tumpang Salu ini dibuat dari bamboo gading. Balainya diikat dengan kawat Panca Datu yaitu emas, perak, tembaga, timah, dan besi. Dengan demikian, balainya merupakan symbol dari bumi. Dinding belakangnya bertumpang. Oleh karenanya bale ini disebut “Tumpang Salu”. Tumpang Salu merupakan “pelinggihan” Sawa dan rohnya. Ia diibaratkan Naga Tatsaka yang akan menerbangkan roh.
4.      Pelengkungan
            Penutup Tumpang Salu yang dibuat dari sebitan bambu yang diulat seperti bedeg jarang, panjangnya sampai menutup Tumpang Salu sehingga tidak kelihatan.
5.      Pengulungan
            Dibuat dengan tikar dan kain putih (kasa). Kain putih yang bertuliskan “Padma”dengan aksara “Walung Kapala”. Aksara Walung Kapala adalah aksara kulit manusia. Jadi pengulungan adalah simbolik dari kulit itu sendiri.
6.      Tatindih
            Adalah kain sutra putih yang dikerudungkan pada Sawa, adalah merupakan simbolik selimut.
7.      Wadah atau bade
            Adalah pengusungsan Sawa untuk pergi ke setra.
8.      Tragtag
            Adalah tangga untuk menaikkan Sawa ke wadah. Tangga ini melambangkan undagan yang menuju ke Sorga. Tragtag ini dibuat dari bamboo. Besar kecil dan tinggi rendahnya, tergantung tinggi rendahnya wadah.
9.      Ubes-ubes
            Adalah sejenis papecut yang mempergunakan bulu merak pada ujungnya. Ubes-ubes ini berfungsi mangarahkan roh dalam perjalanan.
10.  Iber-iber
            Berupa ayam atau burung. Binatang ini diterbangkan ketika sawa mulai dibakar, sebagai simbol perginya Atma dari badan ke asalnya.
Uperengga di atas merupakan hal secara umum, tidak menutup kemungkinan di tiap-tiap daerah ada hal-hal khusus yang merupakan ciri khas lokal
Nilai merupakan sesuatu yang dianggap penting atau tidak oleh masyarakat sehingga nilai tersebut yang menjadi pedoman untuk kehidupan selanjutnya. Nilai yang terkandung dalam upacara Ngaben merupakan nilai-nilai yang luhur yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Nilai-nilai tersebut juga bisa mempersatukan masyarakat untuk mencapai tujuan bersama.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam upacara Ngaben yaitu nilai Tattwa, nilai Etika, nilai Ritual, nilai tulus Iklas, nilai Adat dan Budaya, nilai Bhakti dan nilai Estetika. Nilai Tattwa yaitu artinya hubungan manusia kepada tuhan (Sang Yang Widhi Wasa) yang memberikan sumber kehidupan kepada jiwa manusia dalam wujud Sang Yang Atma yang telah terjadi hubungan harmonis. Nilai Etika yaitu artinya dengan adanya Ngaben dalam lingkungan sosial masyarakat itu akan ada rasa saling membantu, tolong menolong, gotong royong, untuk membuat perlengkapan upacara Ngaben, dalam lingkungan sosial masyarakat Hindu di kecamatan Toili organisasi yang terkecimpung untuk saling membantu antara satu dengan yang lainnya yaitu Banjar, dari orang meninggal sampai pelaksanaan upacara Ngaben anggota banjarlah yang membuat segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk upacara Ngaben.
Nilai Ritual yaitu artinya dengan membuat upakara (sesajen) yang menjadi salah satu syarat dalam pelaksanaan upacara Ngaben. Nilai Tulus Iklas karena dalam pelaksanaan yadnya harus didasarkan atas rasa tulus iklas dan tanpa pamrih. Nilai Adat dan Budaya karena upacara Ngaben juga termasuk dalam adat dan budaya masyarakat yang ada di Bali. Nilai Bhakti yaitu mempunyai rasa syukur tehadap orang tua yang telah meninggal serta sebagai rasa sujud bakti sang anak atau pretisentana terhadap orang tua sehingga dilakukannya upacara Ngaben. Dan yang terakhir nilai Estetika yaitu dalam bentuk membuat wadah/Bade, lembu atau petulangan, dan lain sebagainya yang merupakan suatu nilai keindahan dalam upacara Ngaben.
Hubungan nilai yang terkandung dalam upacara Ngaben dengan kehidupan masyarakat Hindu-Bali sebenarnya sangat erat. Karena denga adanya nilai-nilai yang tertanam didalam upacara Ngaben menyebabkan persatuan umat Hindu semakin kuat dan membuat umat tidak terpecah belah dengan yang lainnya.

PENUTUP
Negara Indonesia merupakan Negara yang penuh dengan keanekaragaman Suku Bangsa, Bahasa, Agama, dan Kebudayaan. Keberagaman budaya bangsa Indonesia bukan berarti untuk saling bermusuhan dengan bangsa lain, tetapi bangsa Indonesia mempunyai semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu sebagai alat pemersatu bangsa.
Banyaknya masyarakat Hindu-Bali di Kecamatan Toili menyebabkan kebudayaan Bali tidak luntur di kalangan masyarakat Toili hingga sekarang bahkan semakin berkembang, sebagai contoh pelaksanaan upacara Yadnya yang hingga sekarang masih saja dilakukan oleh masyarakat Hindu-Bali di Kecamatan Toili. Upacara Yadnya bagi umat Hindu terbagi atas 5 macam yaitu : Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, dan Rsi Yadnya. Upacara Yadnya yang dilaksanakan didasari oleh konsep Tri Hita Karana dan apabila diterapkan secara mantap, kreatif dan dinamis akan mewujudkan kehidupan harmonis yang meliputi pembangunan manusia seutuhnya “Astiti Bhakti” terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Upacara Ngaben dianggap sangat penting bagi umat Hindu-Bali, karena upacara tersebut merupakan perwujudan dari rasa hormat dan sayang dari orang yang ditinggalkan, juga menyangkut status sosial dari keluarga dan orang yang meninggal. Dengan Ngaben, keluarga yang ditinggalkan dapat membebaskan Roh/Arwah dari perbuatan-perbuatan yang pernah dilakukan di dunia dan menghantarkannya menuju surga abadi dan kembali berenkarnasi lagi dalam wujud yang berbeda. Ngaben merupakan upacara pembakaran mayat yang identik dilakukan oleh Umat Hindu di Bali, namun Umat Hindu yang ada di luar Bali seperti di Kecamatan Toili ini juga melakukan Upacara Ngaben tersebut.
Upacara Ngaben dilakukan untuk penyucian roh leluhur orang yang sudah wafat menuju ketempat peristirahatan terakhir dengan cara melakukan pembakaran jenasah. Dalam diri manusia mempunyai beberapa unsur, dan semua ini digerakkan oleh nyawa/roh yang diberikan sang pencipta. Saat manusia meninggal yang ditinggalkan hanya jasad kasarnya saja, sedangkan rohnya masih ada dan terus kekal sampai akhir jaman. Disaat itulah Upacara Ngaben ini terjadi sebagai proses penyucian roh saat meninggalkan badan kasarnya.


SUMBER/REFRENSI
JURNAL kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIS/article/download/9034/8918
DOKUMENTASI



           



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Upacara Sebelum Menanam dengan Ritual Tari Hudog di Kalimantan Utara

TRADISI RASULAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Kesenian Daerah Kuda Lumping “Embleg” di Buluspesantren